Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik adalah undang-undang yang membahas tentang Informasi
& Transaksi di Dunia Maya yang diterbitkan pada 25 Maret 2008 dengan
cakupan meliputi globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang ini marupakan undang-undang
yang dinilai mempunyai sisi positif dan negatif.
1. Sisi Positif UU ITE
Berdasarkan dari
pengamatan para pakar hukum dan politik UU ITE mempunyai sisi positif bagi Indonesia.
Misalnya memberikan peluang bagi bisnis baru bagi para wiraswastawan di Indonesia karena penyelenggaraan sistem
elektronik diwajibkan berbadan hukum dan berdomisili di Indonesia.
Otomatis jika dilihat dari segi ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain pajak yang dapat menambah penghasilan negara juga menyerap tenaga kerja
dan meninggkatkan penghasilan penduduk.
UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang
merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem
elektronik serta memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi
misalnya transaksi dagang. Penyalahgunaan internet kerap kali terjadi seperti
pembobolan situs-situs tertentu milik pemerintah. Kegiatan ekonomi lewat
transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet juga dapat meminimalisir
adanya penyalahgunaan dan penipuan.
UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat
diadili. Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk
mengadakan program pemberdayaan internet. Masih banyak daerah-daerah di
Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet. Undang-undang ini juga
memberikan solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan internet.
1. Sisi Negatif UU ITE
Selain memiliki sisi
positif UU ITE ternyata juga terdapat sisi negatifnya. Contoh kasus Prita
Mulyasari yang berurusan dengan Rumah Sakit Omni Internasional juga sempat
dijerat dengan undang-undang ini. Prita dituduh mencemarkan nama baik lewat
internet. Padahal dalam undang-undang konsumen dijelaskan bahwa hak dari
konsumen untuk menyampaikan keluh kesah mengenai pelayanan publik. Dalam hal
ini seolah-olah terjadi tumpang tindih antara UU ITE dengan UU konsumen. UU ITE
juga dianggap banyak oleh pihak bahwa undang-undang tersebut membatasi hak
kebebasan berekspresi, mengeluarkan pendapat, dan menghambat kreativitas dalam
berinternet. Padahal sudah jelas bahwa negara menjamin kebebasan setiap warga
negara untuk mengeluarkan pendapat.
Undang-undang ini menimbulkan suatu polemik yang cukup panjang. Maka dari
itu muncul suatu gagasan untuk merevisi undang-undang tersebut.
Ada sejumlah pasal yang
melarang penyebaran informasi palsu misalnya melalui media pesan elektronik.
Antara lain:
Pasal 28
- Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
- Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 35
Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan,
pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pasal-pasal tersebut, bila dilanggar akan menghadapi ancaman pidana seperti yang diatur pada Pasal 51 UU ITE:
Pasal 51
- Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000.000, 00 (dua belas miliar rupiah).
- Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 12.000.000.000, 00 (dua belas miliar rupiah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar